Senin, 19 September 2016

Rasanya Sudah Lama Sekali

          Rasanya sudah lama sekali—berjuta tahun cahaya, dia bilang—dia tak berjumpa dengan lelakinya. Ketika akhirnya lelaki dengan wajah itu muncul, dia bersukacita. Sayangnya, sukacita hanya sebentar. “Aku tidak bisa lama, aku harus kembali,” kata lelaki.
          Perempuan tak mengerti. Bukankah ia merupakan rumah? Tempat lelaki kembali? Mengapa lelaki bilang tadi kembali?
          Mata perempuan lemah. Ia merasa bahagianya direnggut. Mendadak ia kesal pada lelaki. “Mengapa datang bila lekas engkau pergi?”
          Perempuan tahu, ketika ia bilang begitu, ia tahu ia akan lebih sedih bila sama sekali tidak melihat lelaki. Namun, saat baru datang sudah mengatakan pulang, pula tidak bisa membuatnya menyembunyikan kesedihan.
          Rindunya sudah membengkak: sakit bila kausentuh sedikit saja. Perempuan membayangkan, ketika lelakinya datang, mereka akan berjalan-jalan sambil mengobrol tentang hal tidak penting lalu tertawa. Ah, ekspektasi.
          Kesedihan yang berubah jadi kesal lalu kesal bercampur ekspektasi yang gagal mewujud kemarahan. Ia marah kepada lelaki. Ia angkat tas lelaki ke luar rumah dan mempersilakan lelaki itu pergi.
          Barangkali kau sudah berusaha datang untukku, mengorbankan entah apa saja; barangkali kau tidak bisa mewujudkan ekspektasiku; barangkali malah kau sudah berusaha keras mencintaiku, yang tak kaumampu sepenuh hati; dan aku marah sekali untuk segala hal yang tidak bisa dicapai bersamaan, sekaligus. Rinduku dan rindumu berpisah tujuan, “keinginan berjumpa”-ku dan “keinginan berjumpa”-mu bersimpang jalan.
          Lelaki—yang barangkali pula sudah disabar-sabarkan bertemu dengan perempuan hanya karena perempuan bilang mereka kekasih—menjadi marah. Ia mengangkat tasnya dengan kemarahan yang tak disembunyikan lalu pergi dari rumah perempuan.
          Lelaki merasa tidak dihargai.
          Perempuan kembali melakukan tugasnya di Minggu siang: menjemur pakaian. Seekor kelabang besar tiba-tiba muncul dari pakaian. Perempuan menjerit, tapi tak ada lelaki yang membantu mengusir kelabang atau sekadar menenangkannya.


(18 September 2016)

Minggu, 18 September 2016

Perihal Merasa Dihargai

          Perihal merasa dihargai. Ketika Ribang datang untuk Kingkin, kekasihnya, lalu yang ia dapat adalah marah dan pengusiran, Ribang merasa tidak dihargai. Ia akan bercerita kepada orang tuanya mengenai tidak berharganya ia di mata Kingkin.
          Ketika Ribang lagi-lagi “hanya” melakukan kunjungan rutin, bukan melanjutkan pertemuan komitmen dua keluarga, Kingkin merasa dirinya tidak cukup berharga bagi Ribang dan keluarga. Sudah cukup lama mereka menjalin kasih, sudah banyak mulut orang membicarakan mereka. Kingkin pikir Ribang tidak memperjuangkan mereka sekuat ia bisa.
          Ribang merasa tidak perlu sekuat itu memperjuangkan Kingkin. Bahkan ia bertanya-tanya sendiri, apa mereka bisa cukup untuk satu sama lain?

(18 September 2016)


Sabtu, 03 September 2016

Gerimis dan Hujan Besar

Gerimis itu
anak-anak hujan yang
dibiarkan mamanya main
ke Bumi dan menyapa tanah.

Hujan besar itu
sebetulnya klub Mama Hujan
yang datang ke Bumi untuk mencari
anaknya yang main dan nggak pulang-pulang.

(Jumat, 9 Oktober 2015)