Jumat, 27 September 2013

Istrimu (nantinya)


Jakarta, 1 Februari 2013

Teruntuk suami
Di masa depan

Hai, Tuan,
          Selamat datang di duniaku. Kautahu, Tuan, tanganmu itu istimewa. Ia yang akan aku salami dan kukecup tepat di tengahnya tiap hari.
          Hidungmu pastilah istimewa. Ia yang akan menciumi aroma keningku tiap pagi saat kau berangkat kerja dan sore ketika kau pulang kerja.
          Lenganmu itu, Tuan, pastilah istimewa. Ia yang akan kugamit ke mana-mana sewaktu pergi bersama.
          Pun punggungmu, Tuan. Ia tentu istimewa. Tempat aku meletakkan kepala dan bersandar.
          Belum lagi hatimu, Tuan. Tempat hatiku bersemayam. Belum lagi benakmu, Tuan. Tempat buah-buah pikir melayang. Belum lagi matamu, Tuan. Tempat mengunci diriku utuh. Belum lagi… ah, Tuan, belum lagi buah hati kita nantinya. Perpaduan kita.
          Dengkurmu, Tuan, melodi khas malam hari. Tawamu, Tuan, pelecut semangat tanpa henti. Marahmu, Tuan, kala introspeksi dan kala kita lebih saling mengenali. Nyanyianmu yang sumbang itu, Tuan, barangkali akan kukata-katai untuk aku rekam dan kuputar berulang-ulang dalam hati.
          Kautahu, Tuan, kau tidak sempurna. Akulah yang melengkapimu. Pun aku. Aku tidak lengkap. Kamulah yang menyempurnakanku.

Hai, Tuan, imamku dalam ibadah dan dalam kehidupan sehari-hari,
          Marilah kita berjalan. Kamu ke arahku, aku ke arahmu. Dari tempatku memandang, kita begitu dekat. Bukankah bumi kita sama?

Tertanda,

istrimu (nantinya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar