Kamis, 29 Maret 2012

Pria itu & ranselku

Pria itu bukan tipe orang yang selalu dapat menyatakan perasaannya secara terbuka, konkret, blak-blakan. 

Saya suka ransel. 
Ransel yang beberapa tahun ini saya gunakan belang-belang biru-putih yang kian beladus. 
Kumel kesannya, tapi saya sangat suka. 
Namanya Belang. 
Rasanya jalan saya nggak lengkap kalau tidak menyandang Belang di punggung. 

Ransel itu menakjubkan, kawan. 
Lebih banyak barang yang ingin dibawa bisa masuk ke situ. 

Oke, saya bukan mau lama2 cerita ransel. 

Karena seringnya saya gunakan ransel itu dan begitu banyak barang yang saya jejalkan ke dalamnya, tibalah saatnya tali si Belang sobek dan jahitan bagian atasnya lepas. 

Apa saya berhenti memakainya? 
Tidak. 
Cuma dikurangi intensitas pemakaian tas kain itu dan barang yang dijejalkan. 

Tanpa saya sadari, 
ternyata ada yang memperhatikan betapa saya mempertahankan Belang yang sudah bulukan itu 
(n.b.: semoga Belang tidak baca bagian "bulukan"-nya. Bisa sakit hati dia). 

Setelah beberapa lama Belang "sakit", 
suatu hari saya melihatnya sudah terjahit kembali. 
Menakjubkan. 
Ya memang jahitannya tampak kasar tapi sungguh ajaib karena sudah terjahit. 
Siapa gerangan pelakunya? 

Bukan, bukan saya yang menjahit. 
Jangan memfitnah sembarangan. 
Saya tidak bisa menjahit. 

Semula saya pikir itu perbuatan ibu saya. 
Sayangnya, dugaan saya salah. 

"Bukan Mama," katanya. 

"Lah, terus siapa, Ma?" 

"Bapakmu." 

kutatap Bapak yang asyik menyesap teh pagi itu. 
Ia pura-pura tidak dengar. 

"Hehehe.. Makasih ya, Paak.." 
Dengan gembira kumasukkan ini-itu ke dalam tubuh Belang. ^^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar