Rabu, 08 Februari 2012

Geliat sepatu


Sepatu tak habis pikir.
Mengapa, mengapa, mengapa.
Mengapa aku dicipta?
Mengapa aku ada?
Mengapa ada juga yang sepertiku?
Mengapa ada juga yang berbeda denganku?
Mengapa aku melindungi kaki mereka?
Mengapa harus aku?

Apa, apa, apa.
Apa sebenarnya aku ini?
Apa yang bisa kulakukan?
Apa yang harus kulakukan?
Apa yang tidak bisa kulakukan?
Apa yang tidak harus kulakukan?
Apa fungsiku?
Apa tugasku?
Apa aku?

Siapa, siapa, siapa.
Siapa pembuatku?
Siapa aku?
Siapa kamu?
Siapa mereka?
Siapa majikanku?

Di mana, ke mana, dari mana.
Di mana pembuatku?
Ke mana aku menuju?
Dari mana asalku?
Di mana aku?

Kapan, kapan, kapan.
Kapan aku bertemu pembuatku?
Kapan aku dibuat?
Kapan aku berakhir?
Kapan aku dipikirkan untuk dibuat?

Bagaimana, bagaimana, bagaimana.
Bagaimana aku berawal?
Bagaimana aku berakhir?
Bagaimana jika aku tak mau menjadi alas kaki?
Bagaimana jika aku tak mau menjadi alas kaki majikanku?
Bagaimana besokku?

Lantas terpampang jelas dalam nalarku
Kata-kata Jalaluddin Rumi:
“Apa arti sebuah gelas
Untuk menampung samudera”.
Maka aku kembali tercenung.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsFkYDMiSvCngB7H9rmHiz1CByt4i0XK4oeO1SbRqapGIdqRsC4Jvil53vrlrwSpmEsVxMlUVCDz9KCJALV1_vxKMbmsmf6L0KOFYyRoExN6VsqZxPXvK1eG94U2Ga9bDjv6cGJ2TMOD0/s1600/shoe-inks.jpg


Tidak ada komentar:

Posting Komentar